Thursday, March 14, 2013

Kesempurnaan


Pagi menjemput.

Aku kembali lagi meringkup didalam selimut hangat ini. Seakan-akan mengodaku untuk tetap berada didalamnya.

“Senja, cepatlah! Hari ini hari pertamamu bukan?” ujarnya.

Iya mungkin saja hari ini memang hari yang pertama untukku. Tapi entah ada sebuah pertanyaan yang terus menempel kedalam pikiranku ini. Untuk apa berusaha semaksimal mungkin mendapatkan nilai yang sempurna, kalau pada akhirnya tidak digunakan untuk dimasa depan? Apa, ini hanya pemikiranku yang masih tidak memikirkan jangka panjang?

“Senja ayooo naaak cepat.” Teriaknya lagi.

Semua orang tampak bergembira untuk menyambut hari ini. Hari pertama masuk sekolah. Dan juga hari pertama pemilihan sebuah jurusan. Untuk apa di kotak-kotakan begitu? Bukankah belajar apa saja akan berdampak sama saja untuk kedepannya? Tidak semua murid IPA yang di puja itu menjadi dokter bukan? Dan tidak selamanya murid IPS itu selalu menjadi anak yang tidak keterima di jurusan IPA.

“Senja.”

“Hadir.” Ia kembali duduk.
           
Sama seperti biasa, semua orang bercakap tidak jauh dari bola, cinta, dan acara seru tadi malam. Guru dengan cueknya duduk didepan seakan-akan kericuhan kelas ini adalah hal biasa. Bagaimana bisa seorang guru membiarkan ini. Terkadang dia juga acuh terhadap murid-murid yang mencontek saat ulangan. Bagaimana mau maju kalau semua yang negative ini di biarkan saja. Aneh sekali penduduk bangsa ini.

Seminggu berlalu.

Lihat dia, si anak pintar kelas. Hanya karna nilainya yang sempurna membuat dirinya dibanggakan oleh segenap orang. Nilai kesempurnaan itu membuatnya sombong, dan kadang tidak mau berbagi. Sayang sekali, ke cerdasannya berlalu begitu saja. Belum lagi terkadang ia memaksakan dirinya bangun sampai pagi hanya untuk menghafal rumus-rumus yang ada di buku. Mungin hidupnya sudah terbiasa akan hafalan-hafalan dari buku-buku tebal yang berisikan material dunia. Kelemahan yang ia miliki? Tidak peka akan lingkungan. Kepintarannya itu membutakan perasaannya terhadap manusia lain. Sayang sekali.

“ulangan akan dimulai jam 11.” Teriaknya sambil menaiki kursi yang ia tarik kedepan kelas.

Kalau murid yang duduk dipojokan itu. Dia hanyalah seorang murid yang dianggap tidak akan selamat di dunia luar. Kenapa? Nilainya yang terkadang tidak memenuhi KKM itu membuatnya dilecehkan guru-guru. Padahal bakatnya dalam menulis itu sungguh diatas murid-murid yang lain. Karyanya itu kalau di bukukan tidak kalah kok dengan artis yang ada diluar sana. Sayang saja karna ia tidak memiliki kesempurnaan nilai yang mereka inginkan, bakatnya terpendam begitu saja.

“heh senja, besok malam ikut kan?”

murid yang baru saja menyapaku itu, orang murid yang terkenal bandel disekolah. Guru-guru sudah muak akan perlakuannya, padahal perlakuannya itu karna memang ia tidak mau mengikuti orang lain. Ia lebih memilih untuk mempunyai jalurnya sendiri. Temannya dimana-mana, aksesnya luas. Belum lagi yang anaknya mudah bergaul itu, cepat sekali di terima orang lain untuk berteman. Rata-rata murid yang seperti dia ini memang kurang perhatian dari orang tuanya. Namun, mereka sebetulnya memiliki hati yang ikhlas, lebih ikhlas untuk membantu orang lain dari pada murid-murid yang cerdas itu.

“yak, tolong kumpulkan semua kertas ulangan di meja depan kiri kalian.”

Aku masih tidak tahu, kenapa untuk dianggap oleh sebuah sekolah itu hanya dilihat dari sisi kesempurnaan nilai? Kenapa tidak dari sisi lain? Apakah sebuah keharusan mereka yang mempunyai nilai sempurna itu? Apakah itu sebuah jaminan untuk bertahan di dunia kerja nanti?

“Senja.” Panggilnya. “kamu mau nilai kamu segini terus? Kamu itu bisa lebih dari ini senja. Jangan membuang semua kepintaranmu senja” dengan mukanya sedikit meraut.

Aku hanya bisa tersenyum. Pikiran yang sangat dangkal untuk melihat seorang anak dari kesempurnaan nilainya. Lihat dia, tulisannya yang begitu ajaib tidak pernah kalian anggap. Lihat dia, kecerdasan dalam berbicara sehingga dapat menghasut segenap murid untuk mengikutinya tidak juga kalian anggap. Hanya mereka tidak memiliki nilai sempurna itu.

Sempurna. Bahkan manusia sendiri tidak ada yang sempurna. Untuk apa hanya menghabiskan hidup untuk mendapatkan nilai yang sempurna itu tanpa belajar hal yang lebih penting dari itu. Hidup, berbagi, mencari teman, mencari arti hidup. Untuk apa menjadi dokter hanya karna tuntutan orang tua. Untuk apa bekerja di kantor hanya karna tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam hidup. Apa kalian akan membiarkan terus-terusan bangsa ini menjadi bangsa yang bingung? Bingung dengan apa yang harusnya dilakukan dalam hidup, bingung dengan cara membuang material yang sudah masuk selama menuntut ilmu. Bingung menjadi jiwa yang bahagia.

            Tidak, aku tidak mau menjadi generasi itu. Aku lebih memilih menjadi orang yang berbeda namun tau apa yang harus aku lakukan selama hidup. Dan menjadi jiwa yang bahagia.

No comments:

Post a Comment