Thursday, February 7, 2013

Sang Ilmu

Sang Fajar bangkit, membangunkan seisi kota. Termasuk diriku yang masih terlelap tidur.
Sang Ayam, memberikan tanda kepada penduduk seisi kota, bahwa Sang Fajar yang kian menjemput dan Sang Pagi yang siap menyapa.

Si kembar Kelopak Mata perlahan bergerak dengan arah berlawanan, menggirimkan perintah untuk sang mata untuk terbuka. Sang Selimut yang memelukku erat, merayuku untuk tidak meninggalkannya. Namun apa daya, sudah menjadi sebuah kewajiban untuk pergi mencari Sang Ilmu yang di puja para manusia itu.

Sebetulnya aku tidak mengerti untuk apa aku mencari Sang Ilmu. Tidak ada yang pernah memberitahuku kenapa. Mereka hanya menyuruhku pergi ke tempat dimana Sang Ilmu itu berada. Sekolah namanya. Ya, Sekolah. Tempat itu kian dikunjungi, dinikmati layaknya sebuah taman rekreasi. Namun disini manusia datang untuk mencari Sang Ilmu. Sesuatu yang belum pernah aku lihat, rasakan atau aku dengar suaranya. Mungkin ia benda magis yang bisa mendorong manusia untuk mempelajarinya. Padahal tidak ada satupun manusia yang pernah melihat Sang Ilmu.

Cahaya Sang Matahari Pagi menyinari setiap sudut kelas, melewati kaca jendela yang lebar dan penuh jemari-jemari manusia usil yang senang menyentuhnya. Lihatlah papan itu, tidak pernah dibersihkan. Penuh dengan corak-corak spidol yang tidak terhapus secara benar. Lihatkan meja-meja kelas yang penuh lukisan alat tulis Sang Pencari Ilmu itu. Lihatlah lantai itu, ya yang di pojok sana yang penuh debu, tidak di sapu rata. Lihatlah mereka, manusia-manusia Pencari Ilmu. Asik dengan alat yang mereka sebut telefon genggam di kolong itu. Belum lagi yang asik dengan teman sebangkunya.